Pada dasarnya saya suka hujan, jadi suka juga dengan efek yang ditimbulkan.
Saya suka hujan tapi tidak berpaket macet. Saya suka gerimis tapi tidak berbuah tangis.
Efek yang timbul selepas hujan, seperti aroma tanah segar, udara sejuk, bahkan tercipta indahnya bianglala. Tumbuhan pun menari bahagia mendapat ekstra asupan air, bagi bumi sebagai penghalau kekeringan.
Pun gerimis. Menimbulkan efek romantis. Gemericiknya serupa alunan melodi alam yang fantastik. Sangat menarik di telinga. Kalau banjir dan macet itu lain soal, karena penyebabnya manusia, bukan hujan,
Seperti hari ini, sambut Sabtu kedua November bersama tetesan air langit bahagia. Segera beranjak dari tempat tidur, melempar selimut, lantas membuka jendela dan bergegas ke teras. Indah.
Lewat balkon, dengan kaki & mata telanjang, takjub menyaksikan perubahan langit dari benderang berangsur melegam.
Di atas sana, sepasukan air memasang kuda-kuda untuk menyerbu bumi. Sang Ratu Petir berseru, lantas begeraklah mereka secara serentak yang membuat bumi berteriak. Kemudian tanpa kilat hujan lewat sekelebat.
Air langit berjatuhan tak kenal kompromi tanpa hiraukan kesiapan tuan Bumi.
Tunggu, bumi? Benarkah?
Bumi sangat siap denagn keadaan ini. Kita, manusia yang terlanjur terbentur keadaan.
Yang selalu melempar alasan. Tidak mengenal kesiapan
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.